Rabu, 30 September 2009

BATIK









Bogor - Akhirnya dunia mengakui batik merupakan salah satu warisan umat manusia yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia. Pengakuan serta penghargaan itu akan disampaikan secara resmi oleh United Nations Educational, Scientific, and Culture Organization (UNESCO).

"Pengakuannya pada 28 September nanti dan penghargaan resmi pada 2 Oktober di Abu Dhabi," kata Menko Kesra Aburizal Bakrie di Istana Bogor, Senin (7/9/2009). Detiknews.com

Menurutnya, pengakuan UNESCO itu diberikan terutama karena penilaian terhadap keragaman motif batik yang penuh makna filosofi mendalam. Di samping itu pemerintah dan rakyat Indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk lindungi dan melestarikan warisan budaya itu secara turun menurun.

Atas perkembangan ini Presiden SBY menyambut baik kabar tersebut. Sebagai bentuk apresiasi baik terhadap batik dan penghargaan UNESCO itu, Presiden SBY meminta seluruh warga negara mengenakan batik pada 2 Oktober 2009.

"Orang lain bisa saja klaim batik, tapi dunia tahu kalau batik adalah milik Indonesia," tambah Menbudpar Jero Wacik pada kesempatan sama. (detiknews.com)

Hm.. berita ini mungkin agak melegakan masyarakat Indonesia, setelah beberapa saat kemarin dibuat panas dengan sejumlah berita yang menyatakan klaim Negara lain atas beberapa kebudayaan Asli Indonesia.

Tapi sebenarnya apa sih yang telah kita lakukan sebagai wujud bangga kita terhadap ribuan kebudayaan nusantara tercinta ini?. Sudah berperan aktif atau mungkin hanya sekedar teriak-teriak begitu mendengar klaim dari Negara lain (yang memang kurang ajar itu..he)

Yah..saya sendiri juga menyadari bahwa kebanyakan kita (apalagi kaum muda) lebih tertarik nonton “Safa dan Marwah” atau “Cinta Fitri” daripada pertunjukan tari atau wayang di TV (otomatis buru2 pencet remote buat ganti chanel..:p). Bahkan mungkin kita lebih hapal jalinan cerita dalam Smallvile (akui deh…^^) atau Prison Break daripada alur cerita Epos Mahabarata atau Naskah Negara Kertagama versi Majapahit. Dan kalau ibu2 socialite (bukan pekerja social nih..coba tanya Santo..Hi.hi..) lebih akrab dengan Louis Vuitton atau Prada daripada Danar Hadi atau Allure

Contoh lain adalah ketika saya mudik, orang berbondong-bondong melampiaskan nafsu hedonis mereka ke plaza atau mall terdekat ( syirik : mode on ) daripada menyediakan waktu buat menonton Sendratari Ramayana di Candi Prambanan.. (Malah bule-bule yang asyik memenuhi tempat duduk). Dan ketika saya sedang hunting buku di bandara atau toko buku impor, saya menemukan buku-buku tentang batik, gamelan atau keris diulas secara mendalam dan lengkap oleh orang luar yang notabene tidak ada darah asli Indonesia tapi tulus mempelajarinya untuk melestarikannya agar tidak punah.

Okelah saya akui kalau kemasan terhadap kebudayaan kita emang tidak menarik dan membosankan.( Salah satu contohnya adalah penanganan museum seperti yang telah saya tulis pada posting sebelumnya). Tapi mungkin itu PR buat kita kaum muda untuk mulai dari dasar mencintai kebudayaan kita tentu saja dengan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi ciri khas serta jati diri bangsa sejati, sehingga orang juga akan tahu kalau ada klaim lagi karena sudah terekam dalam benak mereka secara otomatis.

Contoh Pengemasan budaya yang menarik bagi kaum muda dan bisa kita tiru adalah kalau kita melihat kimono atau Sari, pasti Negara Jepang dan India langsung terbayang. Negara Jepang dalam komik-komiknya banyak menampilkan tokohnya yang terbalut dalam busana nasional (Jadi teringat Rei Hino si Sailor Mars yang diperankan oleh si cantik Keiko Kitagawa dalam serial live actionnya). Kalau India tentu saja dengan film-film khas mereka dengan tarian dan busananya (yang kalau kita tonton lebih lama dari bikin supermie, mulai dari beli di warung kemudian masak air motong sayuran dan mecahin telur, menunggu mateng, menikmatin habis sampai nyruput kuahnya dan mencuci mangkuknya pake mama lemon..anak kos: mode on)

Mari kita mulai memikirkan langkah konkret apa yang bisa kita sumbang untuk negeri kita tercinta. Karena mengutip statement dari Obin di Majalah National Geographic Traveler edisi September 2009 (lagi suka banget nih ama majalah ini) :

“Bagi sebagian orang, mungkin dianggap kuno. Padahal tradisi adalah persoalan budaya yang mengalir dalam darah dan kesadaran. Sementara modern, adalah cara berpikir dan pendekatannya saja”.

Note: ditulis dengan memori flashback masa kecil penulis yang seringkali dihabiskan di Pasar Klewer Solo.

this blog entry is dedicated for personel lante 3 sebelum kantor modern terutama mas Inal nun jauh di sana yang paling kece yang ada di foto ..:p.. serta Mbak Rohayati Eka (kapan nyusul?)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar