Sabtu, 31 Maret 2012

Palembang Part 2 of 2

1. Dian Pelangi



 Salah satu desainer baju muslim yang sedang happening di kalangan anak muda adalah Dian Pelangi. Bersama dengan teman-temannya, dia membentuk perkumpulan Hijabers community, suatu komunitas muslimah yang terdiri dari anak-anak muda yang berorientasi pada pembelajaran Islam tetapi tetap fashionable. 

Ketika sedang mengantar teman ke notaris di daerah dekat Novotel Palembang, terlihatlah sebuah plang informasi lokasi Butik Dian Pelangi dalam suatu kompleks perumahan. Setelah urusan teman selesai,  kami mampir ke dalam butik. Agak masuk ke dalam kompleks, tetapi gampang ditemukan. Dari luar tampak muka hanyalah Rumah tempat tinggal biasa.

Setelah masuk ke dalam, kesan yang saya dapat adalah gaya etnik tradisional yang tercipta dari display jualan serta koleksi busana yang ditawarkan. Dian Pelangi memang mengandalkan produk asli Indonesia dalam setiap rancangannya. Batik, Jumputan, dan songket adalah jualan utama.

Sayangnya ketika saya meminta izin buat jeprat-jepret, seorang bapak setengah tua yang rupanya supervisor butik itu dengan tidak ramah menolaknya. Dan raut muka si bapak agak berubah mencair setelah kami mengambil beberapa barang dan membayarnya. Entahlah, mungkin dari penampilan kami yang selintas mirip anak sekolah tak berduit yang hanya melihat-lihat tanpa beli membuat si bapak malas dan kurang respek. Hal yang sangat kami sesali dan membuat saya buru-buru dalam membelanjakan sejumlah rupiah. Terlepas dari hal itu, Dian Pelangi adalah Butik yang patut dibanggakan karena konsisten mengangkat para perajin  kain tradisional sekaligus melestarikan budaya asli kebanggaan negeri

Dian Pelangi, Jl R.Sukamto, Permata Griya E2 Palembang


selendang jumputan motif pelangi

selendang buat fansnya blog dian pelangi
batik tulis pekalongan
2. Pulau Kemaro



Berkunjung ke Palembang, tiada lengkap tanpa mengunjungi Pulo Kemaro. Pulo Kemaro berarti Pulau Kemarau dalam Bahasa Palembang. Dinamakan demikian karena pulau ini selalu dalam keadaan kering atau kemarau, walau pun sungai Musi yang mengelilinginya dalam keadaan meningkat.

Cara mencapai tempat ini adalah dengan menaiki semacam kapal tongkang dari benteng kuto besak. Kapal ini bertarif sekitar Rp.100.000,- satu kapal. perjalanan dalam kapal sekitar 20-30 menit. Tarif ini bisa berubah sekitar Masa Cap Go Meh, ketika Umat Budha merayakan secara meriah di pulau ini


Apa yang bisa ditemui di Pulau ini?  Pada hari biasa, kita hanya akan menjumpai tempat beribadah Umat Budha, lengkap dengan bau dupa yang khas ditemui di tempat semacam ini. Sebuah Pagoda bertingkat 9 dengan ketinggian 40 meter tampak menjulang menjadi pusat perhatian. Pagoda ini akan semakin spektakuler ketika Cap Go Meh tiba, karena terang benderang bermandikan cahaya lampu. Ya, Puncak Perayaan Hari Raya Tahun Baru Imlek tersebut akan selalu ditunggu-tunggu bukan hanya kaum Budha, tetapi juga serombongan pedagang makanan atau sekumpulan fotografer yang berusaha memburu gambar-gambar indah untuk dipamerkan.

Tiba disana sehari sebelum Imlek, membuat saya hanya bisa merasakan semacam pre-party dari Cap Gomeh. Tukang-tukang sibuk mendandani tempat itu. Berpuluh-puluh Lampion merah cantk pun turut terpasang. Tempat Peribadatan otomatis tertutup dalam persiapan itu. Saya hanya bisa memotret dari Jendela. Tapi hal itu sudah cukup buat saya. Melihat Pagoda tinggi menjulang bagaikan melihat pagoda tempat Si Ular Putih dipenjara dalam serial White Snake Legend yang saya nikmati waktu Ibtidaiyah.

Mau yang lebih dramatis? Alkisah ada semacam urban legend asal mula berdirinya Pulau ini. Kisah Cinta memilukan tentang Putri Sriwijaya bernama Siti Fatimah dengan Pemuda Perantauan dari Tiongkok bernama Tan Bun An.



Tan Bun An berniat mempersunting Fatimah. Ayah Fatimah menyetujui dengan syarat 9 guci emas. Keluarga Tan Bun An pun menyediakan 9 guci emas dan menutupi bagian atas guci dengan sayur mayur karena takut dengan perompak di tengah perjalanan. Ketika sampai di Sriwijaya, Tan bun An membuka salah satu guci dan kaget melihat sayur mayur. Tanpa memeriksa lebih lanjut, dibuanglah guci-guci tersebut ke Sungai Musi. Ketika ada salah satu Guci yang pecah ketika dilemparkan ke sungai Musi dan menampakkan kepingan emas di dalamnya, menyesallah si Tan Bun An. Ia menceburkan diri dalam sungai Musi. Siti Fatimah pun turut menceburkan diri sembari berkata, "Apabila ada gundukan tanah yang muncul di sungai ini, maka itulah kuburan saya". Dan muncullah Pulau Kemaro setelah tragedi itu.

Percaya tidak percaya, cerita ala Romeo Juliet tersebut menjadi cerita rakyat yang memperkaya khasanah budaya Palembang, dan bisa dipakai untuk keperluan meningkatkan potensi parawisata. Jangan lupa membawa bekal makanan, karena tersedia gubuk-gubuk untuk sekedar melepas lelah sambil menikmati pemandangan anak-anak kecil bermain bola seperti yang saya jumpai siang itu. Apabila lupa bawa, pedagang makanan kecil pun tersedia di sana.






3. Masjid Sultan Mahmud Badaruddin I


Masjid ini dikenal dengan nama Masjid Agung Palembang. Terletak di pusat kota, anda bisa menjalankan ibadah Sholat sekaligus beristirahat sejenak di rumah-Nya yang megadopsi arsitektur campuran China, Eropa, dan Jawa ini. Air Mancur  ala Bundaran HI-nya Palembang terletak di samping (atau di tengah ya?) Bangunan Masjid. Tinggal melangkah tanpa menyebrang sampai. Selain itu, Jembatan Ampera pun cuman sepelemparan batu dari sini.

Ambil Wudhu bagi laki-laki tersedia di kolam yang dipasangi keran-keran di banyak titik melingkari kolam tersebut. Saya yang sempat merasakan Sholat Jumat di sana, kagum terhadap berbagai ornamen yang didominasi warna hijau dan emas. Sungguh salah satu masterpiece masjid agung di Indonesia













Senin, 26 Maret 2012

Waleu, Dijamin Unyu Selalu


Akhir pekan adalah puncak dari trafik pengunjung ke jaringan bioskop selikur di ibukota Lampung. Maklum, sepropinsi cuman ada satu. Ada sih bioskop-bioskop kecil non selikur, tapi tanpa bawa semprotan pengharum ruangan? dijamin cuman tahan sepuluh menit hehe..


Demi melihat visualisasi novel The Hunger Games kesayangan ke layar teater, saya dan teman-teman rela berdebar-debar antri demi lembaran tiket kesayangan. debaran bertambah mengingat akhir pekan ini panjang dengan adanya tanggal merah Hari Raya Nyepi. Kecemasan terbukti karena kami mendapat jatah duduk di kursi merah empat jam dari waktu bayar. Wahh...killing time kemana kemana kemana nih..?


Karena salah satu rombongan sirkus kami adalah anak Bengkulu yang sedang plesiran, akhirnya si hyundai meluncur ke arah Teluk Betung untuk memenuhi hasrat belanja si teman akan souvenir unyu markunyu. Kabarnya cinderamata tersebut akan dibagikan kepada dayang-dayang teman setianya.





Mampirlah kami ke outlet yang khusus menyediakan t-shirt khas Lampung untuk kaum muda atau merasa berjiwa muda, Waleu..
Apa sih Waleu? Waleu ini dalam Bahasa Lampung berarti delapan. Hmm mirip Boso Jowo rupanya. Waleu sama dengan Wolu. Tak kalah dengan daerah lain yang telah duluan meluncurkan kaos seperti Bali dengan Jogernya atau Jogja dengan dagadunya, Waleu menerjemahkan budaya atau identitas Lampung ke produk kaosnya. Mulai dari kata-kata dalam Bahasa Lampung, nama-nama wilayah di Lampung, ragam hias, sampai ikonnya yang paling terkenal : Siger dan Gajah. Setiap desainnya terbatas lho, dan tidak akan dibuat ulang ketika persediaan habis karena akan digantikan dengan desain baru lainnya.

Sebenarnya saya sendiri sudah sering lewat melintas di depan Waleu, tapi entah kenapa belum pernah mampir barang sejenak ke dalamnya. Padahal dari tampilan luar, tampak muka bangunan unik dan cathcy dan mencolok warna kuning dan pajangan bentuk rangkaian huruf WALEU-nya







Menginjak bagian dalamnya, kita akan dimanjakan dengan warna-warni menarik deretan T-Shirt yang tertata rapi. tersedia beragam ukuran dari XS hingga XLLL, ukuran untuk anak-anak pun ada. Tinggal pilih, ambil, bayar, dan bawa pulang.


Waleu yang buka sekitar Agustus 2011 ini awalnya bernama Helau. namun dikarenakan suatu hal, akhirnya berubah menjadi Waleu.. Kenapa dengan delapan ya? Selain dari beberapa tempelan kertas angka 8 yang terpasang tersebar dimana-mana, unsur angka tersebut bisa ditemukan di harga satuan setiap item produk jualannya. Mulai dari Rp.88.000,- hingga Rp.118.000,-. Sayangnya outlet tidak menyediakan jenis pembayaran selain tunai. Sediakan uang yang cukup andai anda ingin memborongnya tanpa perlu keluar mencari ATM dulu atau kelimpungan saweran duit dengan teman hehe..


Dengan tempatnya yang cukup bersih dan menarik, Waleu mencoba merambah pasar baru dari alternatif tanda mata khas yang bisa memperkenalkan budaya dan daerah Lampung ke dunia luar. Ingin memiliki salah satu produknya? datang saja ke:


Waleu, Kaos lampung. Jl Wolter Monginsidi No 18 bandar Lampung. atau klik account twitternya di @Waleu_Lampung










































*nyanyi price tag-nya Jessie J

promo pilah pilih menantu


tas jinjingan



iya...iya...segitunya :P




borongan teman juga nih



pilihan admin nih. Rp.88.000,-